Pertanian Jerman Timur di era Perang Dingin

Giessen an der Lahn – Setelah kekalahan Perang Dunia II, Jerman pun terbagi dua berdasarkan Perjanjian Postdam. Jerman bagian Timur dikuasai Uni Sovyet, sedangkan sebelah barat dikuasai USA, Inggris dan Perancis. Masing-masing wilayah menerapkan sistem politik dan ekonomi yang berbeda.

Selama perang dingin, kedua Jerman memiliki kebijakan pertanian yang berbeda sesuai dengan sistem politik yang berlaku. Jerman Barat menerapkan kebijakan liberal dan pertanian didominasi pertanian individu/swasta, sedangkan Jerman Timur dengan ideologi sosialis-komunis menerapkan pertanian kolektif. Perbedaan keduanya sedikit banyak mempengaruhi corak pertanian masing-masing negara bagian setelah Jerman bersatu.

Reformasi Agraria

Di Jerman Timur, sistem pertaniannya bersifat kolektif di bawah rezim sosialis. Tahun 1945-1946, Sovyet melakukan reformasi agraria (bodenreform) secara besar-besaran di Jerman. Tanah milik kaum bangsawan (Junker) disita oleh negara. Tanah milik perusahaan pertanian besar dan swasta (lebih dari 100 ha), serta milik NAZI dan penjahat perang disita tanpa kompensasi. Tanah kemudian dipecah-pecah dan dibagikan ke buruh tani, petani kecil, dan pengungsi.

Tapi beberapa tahun kemudian, petani dipaksa bergabung membentuk pertanian kolektif (Landwirtschaftliche Produktionsgenossenschaft – LPG). Di tahun 1960-an, terdapat 5.100 kelompok pertanian kolektif dengan rata-rata luas lahan 4.100 ha. Pemerintah juga membentuk perusahaan pertanian milik negara (Volkseigenes Gut). Penggabungan ini dilakukan agar usaha pertanian mencapai skala ekonomi.

Konsolidasi

Dari tahun 1952-1960 pertanian skala kecil disatukan, dibawah tekanan politik yang kuat, untuk membentuk collective farm dan LPG. Jadi produksi pertanian dipusatkan ke unit-unit perusahaan besar milik negara yang terspesialisasi untuk memproduksi produk pertanian tertentu (crop-producing collective).

Selama periode 1970-1980, pertanian di Jerman Timur berbentuk unit-unit besar (luas sekitar 4000-5000 hektar) yang merupakan gabungan dari collective farm dan pertanian milik negara. Unit ini dikenal dengan Departemen Kooperasi Produksi Pangan (Kooperative Abteilungen der Pflanzenproduktion–KAP). KAP ini terspesialisasi untuk memproduksi dan mengolah produk pertanian. Pertengahan tahun 1985, metode yang sama diterapkan di bidang peternakan. Sampai pada pertengahan 1980an, perusahaan negara ini menguasai rata-rata lahan seluas 4.450 ha.

Namun, terbatasnya tenaga kerja juga menjadi kendala untuk negara yang menuju industrialisasi ini. Untuk itu, mesin modern dan inovasi teknologi juga diperkenalkan untuk mengatasi penurunan tenaga kerja pertanian. Namun setelah reunifikasi Jerman tahun 1990, tenaga kerja pertanian di wilayah timur Jerman turun sekitar 3/4 nya.

Capaian

Produksi pertanian Jerman Timur sulit menyamai pertanian Jerman Barat. Ini karena pertanian kolektif ternyata gagal meningkatkan produksi secara signifikan. Salah satunya karena petani tidak memiliki rasa kekolektifan lagi. Selain itu, ekploitasi lahan secara besar-besaran, diantaranya penggunaan pupuk buatan dan pestisida secara berlebihan, membuat tanah dan lingkungan menjadi rusak.

Produksi pertanian Jerman Timur berhasil menyamai produksi pertanian Jerman Barat 10 tahun setelah reunifikasi 1989.

Memang saat ini corak pertanian antara bagian Barat dan Timur hampir seragam, kedua-duanya didominasi oleh pertanian swasta (company). Hanya saja bagian Barat selain company, bentuk partnership juga cukup populer, sedangkan sebelah Timur  pertanian individu juga tak kalah banyak. Sementara itu, jumlah pertanian koperasi (cooperative farming) semakin menurun.

Referensi:

3 thoughts on “Pertanian Jerman Timur di era Perang Dingin

  1. Pingback: Pertanian Jerman di era NAZI (2): Perang Dunia II (1939-1945) | Kurniawan's Views

Leave a comment